A. Persamaan dan Perbedaan Antara Umrah dan Haji
Sekedar menyegarkan ingatan, haji dan umrah adalah dua jenis ibadah ritual yang masing-masing punya persamaan dan perbedaan.
1. Persamaan Umrah dan Haji
Di antara persamaan antara ibadah haji dan ibadah umrah adalah :
- Umrah dan haji sama-sama dikerjakan dalam keadaan berihram.
- Umrah dan haji sama-sama dikerjakan dengan terlebih dahulu
mengambil miqat makani, sebagaimana sudah dibahas pada bab sebelumnya.
- Umrah dan haji sama-sama terdiri dari tawaf yang bentuknya
mengelilingi Ka’bah tujuh putaran, disambung dengan sa'i tujuh kali
antara Shafa dan Marwah, lalu disambung dengan bercukur atau tahallul.
Boleh dibilang ibadah haji adalah ibadah umrah plus beberapa ritual
ibadah lainnya.
2. Perbedaan Umrah dan Haji
Namun umrah dan haji punya perbedaan yang sangat mendasar, antara lain :
- Semua ritual umrah yaitu tawaf, sa'i dan bercukur, cukup hanya
dilakukan di dalam masjid Al-Haram. Sedangkan ritual haji adalah terdiri
dari ritual umrah ditambah dengan wukuf di Arafah, bermalam di
Muzdalifah, melontar Jamarat di Mina sambil bermalam selama disana
selama beberapa hari.
- Ibadah umrah bisa dilakukan kapan saja berkali-kali dalam sehari
karena durasinya cukup pendek, sedangkan ibadah haji hanya bisa
dikerjakan sekali dalam setahun. Inti ibadah haji adalah wuquf di Arafah
pada tanggal 9 Dzulhijjah. Dimana durasi ibadah haji sepanjang 5 sampai
6 hari lamanya.
Jadi karena ibadah umrah dan haji punya irisan satu dengan yang lain,
atau lebih tepatnya ibadah umrah adalah bagian dari ibadah haji, maka
terkadang kedua ibadah itu dilaksanakan sendiri-sendiri, dan terkadang
bisa juga dilakukan bersamaan dalam satu ibadah.
Dan semua itu akan menjadi jelas kalau kita bahas satu persatu istilah Qiran, Ifrad dan Tamattu’.
B. Haji Qiran
1. Pengertian
a. Bahasa
Istilah qiran (قِرَان) kalau kita perhatikan secara bahasa (etimologi) bermakna :
جَمْعُ شَيْءٍ إِلَى شَيْءٍ
Menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Istilah qiran (قِرَان) oleh orang Arab juga digunakan untuk menyebut
tali yang digunakan untuk mengikat dua ekor unta menjadi satu.
Ats-Tsa’labi mengatakan :
لاَ يُقَال لِلْحَبْل قِرَانٌ حَتَّى يُقْرَنَ فِيهِ بَعِيرَانِ
Tali tidaklah disebut qiran kecuali bila tali itu mengikat dua ekor unta.
b. Istilah
Dan secara istilah haji, qiran adalah :
أَنْ يُحْرِمَ بِالْعُمْرَةِ وَالْحَجِّ جَمِيعًا
Seseorang berihram untuk umrah sekaligus juga untuk haji
Atau dengan kata lain, Haji Qiran adalah :
أَنْ يُحْرِمَ بِعُمْرَةٍ فِي أَشْهُرِ الْحَجِّ ثُمَّ يُدْخِل الْحَجَّ عَلَيْهَا قَبْل الطَّوَافِ
Seseorang berihram dengan umrah pada bulan-bulan haji, kemudian memasukkan haji ke dalamnya sebelum tawaf
Maka seseorang dikatakan melaksanakan haji dengan cara Qiran adalah
manakala dia melakukan ibadah haji dan umrah digabung dalam satu niat
dan gerakan secara bersamaan, sejak mulai dari berihram.
Sehingga ketika memulai dari miqat dan berniat untuk berihram,
niatnya adalah niat berhaji dan sekaligus juga niat berumrah. Kedua
ibadah yang berbeda, yaitu haji dan umrah, digabung dalam satu praktek
amal. Dalam peribahasa kita sering diungkapkan dengan ungkapan, sambil
menyelam minum air.
2. Dalil
Praktek menggabungkan ibadah haji dengan ibadah umrah dibenarkan oleh Rasulullah SAW berdasarkan hadits nabawi berikut ini.
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِعُمْرَةٍ
وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِحَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ
بِالْحَجِّ وَأَهَلَّ رَسُولُ اللَّهِ بِالْحَجِّ فَأَمَّا مَنْ أَهَلَّ
بِالْحَجِّ أَوْ جَمَعَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لَمْ يَحِلُّوا حَتَّى
كَانَ يَوْمُ النَّحْرِ
'Aisyah radliallahu 'anha berkata:
"Kami berangkat bersama Nabi SAW pada tahun hajji wada' (perpisahan).
Diantara kami ada yang berihram untuk 'umrah, ada yang berihram untuk
hajji dan 'umrah dan ada pula yang berihram untuk hajji. Sedangkan
Rasulullah SAW berihram untuk hajji. Adapun orang yang berihram untuk
hajji atau menggabungkan hajji dan 'umrah maka mereka tidak bertahallul
sampai hari nahar (tanggal 10 Dzul Hijjah) ". (HR. Bukhari)
Tentunya karena Qiran itu adalah umrah dan haji sekaligus, maka hanya
bisa dikerjakan di dalam waktu-waktu haji, yaitu semenjak masuknya
bulan Syawwal.
3. Prinsip Qiran
a. Cukup Satu Pekerjaan Untuk Dua Ibadah
Jumhur ulama termasuk di dalamnya pendapat Ibnu Umar
radhiyallahuanhu, Jabir, Atha', Thawus, Mujahid, Ishak, Ibnu Rahawaih,
Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir, menyebutkan karena Qiran ini adalah ibadah
haji sekaligus umrah, maka dalam prakteknya cukup dikerjakan satu ritual
saja, tidak perlu dua kali.
Tidak perlu melakukan 2 kali ritual tawaf dan tidak perlu 2 kali
melakukan ritual sa'i, juga tidak perlu 2 kali melakukan ritual
bercukur. Semua cukup dilakukan satu ritual saja, dan sudah dianggap
sebagai dua pekerjaan ibadah sekaligus, yaitu haji dan umrah.
Seperti itulah petunjuk langsung dari Rasulullah SAW lewat hadits Aisyah radhiyallahuanha.
وَأَمَّا الَّذِينَ جَمَعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّمَا طَافُوا طَوَافًا وَاحِدًا
Mereka yang menggabungkan antara haji dan umrah (Qiran) cukup melakukan satu kali tawaf saja. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan haji qiran itulah yang dilakukan langsung oleh Aisyah
radhiyallahuanha. Dan Rasulullah SAW menegaskan untuk cukup melakukan
tawaf dan sa'i sekali saja untuk haji dan umrah.
يُجْزِئُ عَنْكِ طَوَافُكِ بِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ عَنْ حَجِّكِ وَعُمْرَتِكِ
Cukup bagimu satu kali tawaf dan sa'i antara Shawa dan Marwah untuk haji dan umrahmu. (HR. Muslim)
Bahkan ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW sendiri saat berhaji, juga berhaji dengan Haji Qiran.
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُول اللَّهِ قَرَنَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ فَطَافَ لَهُمَا طَوَافًا وَاحِدًا
Dari Jabir bahwa Rasulullah SAW menggabungkan haji dan umrah, lalu melakukan satu kali tawaf untuk haji dan umrah. (HR. Tirmizy)
Namun ada juga yang berpendapat bahwa haji dalam Qiran, semua ritual
ibadah harus dikerjakan sendiri-sendiri. Yang berpendapat seperti ini
antara lain Mazhab Al-Hanafiyah, serta Ats-Tsauri, Al-Hasan bin Shalih,
dan Abdurrahman bin Al-Aswad.
Maka dalam pandangan mereka ritual tawaf dilakukan dua kali, pertama
tawaf untuk haji lalu selesai itu kembali lagi mengerjakan tawaf untuk
umrah. Demikian juga dengan sa'i dan juga bercukur, keduanya
masing-masing dikerjakan dua kali dua kali, pertama untuk haji dan kedua
untuk umrah.
b. Dua Niat : Umrah dan Haji
Yang harus dilakukan hanyalah berniat untuk melakukan dua ibadah sekaligus dalam satu ritual.
Kedua niat itu ditetapkan pada sesaat sebelum memulai ritual berihram di posisi masuk ke miqat makani.
4. Syarat Qiran
Agar Haji Qiran ini sah, maka ada syarat yang harus dipenuhi, antara lain :
a. Berihram Haji Sebelum Tawaf Umrah
Seorang yang berhaji dengan cara Qiran harus berihram untuk haji
terlebih dahulu sebelumnya, sehingga ketika melakukan tawaf untuk umrah,
ihramnya adalah ihram untuk haji dan umrah sekaligus.
b. Berihram Haji Sebelum Rusaknya Umrah
Maksudnya seorang Haji Qiran yang datang ke Mekkah dengan melakukan
umrah dan berihram dengan ihram umrah, lalu dia ingin menggabungkan
ihramnya itu dengan ihram haji, maka sebelum selesai umrahnya itu, dia
harus sudah menggabungkannya dengan haji.
Mazhab Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa belum selesainya umrah adalah syarat sah buat Haji Qiran.
Mazhab Asy-Syafi’iyah menambahkan syarat bahwa ihram itu harus
dilakukan setelah masuk bulan-bulan haji, yaitu setidaknya setelah bulan
Syawwal.
c. Tawaf Umrah Dalam Bulan Haji
Maksudnya seorang yang Haji Qiran harus menyempurnakan tawaf umrahnya
hingga sempurna tujuh putaran, yang dikerjakan di bulan-bulan haji.
e. Menjaga Umrah dan Haji dari Kerusakan
Orang yang berhaji dengan cara Qiran wajib menjaga ihram umrah dan
hajinya itu dari kerusakan, hingga sampai ke hari-hari puncak haji.
Dia tidak boleh melepas pakaian ihramnya atau melakukan
larangan-larangan dalam berihram. Artinya, sejak tiba di Mekkah maka dia
terus menerus berihram sampai selesai semua ritual ibadah haji.
f. Bukan Penduduk Masjid Al-Haram
Dalam pandangan Mazhab Al-Hanafiyah, Haji Qiran ini tidak berlaku
buat mereka yang menjadi penduduk Mekkah, atau setidaknya tinggal atau
menetap disana. Haji Qiran hanya berlaku buat mereka yang tinggalnya
selain di Mekkah, baik masih warga negara Saudi Arabia atau pun warga
negara lainnya.
Sedangkan dalam pendapat Jumhur Ulama, penduduk Mekkah boleh saja
berhaji Qiran dan hukum hajinya sah. Hanya bedanya, buat penduduk
Mekkah, apabila mereka berHaji Qiran, tidak ada kewajiban untuk
menyembelih hewan sebagai dam. Menyembelih hewan ini hanya berlaku buat
penduduk selain Mekkah yang berHaji Qiran.
Awal mula perbedaan ini adalah ayat Al-Quran yang ditafsiri dengan berbeda oleh kedua belah pihak.
ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
Yang demikian itu berlaku bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada di Masjidil Haram. (QS. Al-Baqarah : 96)
Jumhur ulama mengatakan bahwa kata ’dzalika’ dalam ayat ini adalah
kata tunjuk (ism isyarah), yang terkait dengan bagian dari ayat ini juga
yang mengharuskan mereka untuk menyembelih hewan.
فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن
تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ
إِذَا رَجَعْتُمْ
Apabila kamu telah aman, maka bagi
siapa yang ingin bersenang-senang mengerjakan 'umrah sebelum haji,
hewan korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan, maka
wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kamu
telah pulang kembali. (QS. Al-Baqarah : 196)
g. Tidak Boleh Terlewat Haji
Seorang yang berhaji dengan cara Qiran maka dia wajib menyelesaikan ibadah hajinya hingga tuntas, tidak boleh terlewat.
C. Haji Ifrad
Dari segi bahasa, kata Ifrad adalah bentuk mashdar dari akar kata
afrada (أفرد) yang bermakna menjadikan sesuatu itu sendirian, atau
memisahkan sesuatu yang bergabung menjadi sendiri-sendiri. Ifrad ini
secara bahasa adalah lawan dari dari Qiran yang berarti menggabungkan.
Dalam istilah ibadah haji, Ifrad berarti memisahkan antara ritual
ibadah haji dari ibadah umrah. Sehingga ibadah haji yang dikerjakan
tidak ada tercampur atau bersamaan dengan ibadah umrah.
Sederhananya, orang yang berhaji dengan cara Ifrad adalah orang yang hanya mengerjakan ibadah haji saja tanpa ibadah umrah.
Kalau orang yang berHaji Ifrad ini melakukan umrah, bisa saja, tetapi setelah selesai semua rangkaian ibadah haji.
1. Tidak Perlu Denda
Haji Ifrad adalah satu-satunya bentuk berhaji yang tidak mewajibkan
denda membayar dam dalam bentuk ritual menyembelih kambing. Berbeda
dengan Haji Tamattu’ dan Qiran, dimana keduanya mewajibkan dam.
2. Hanya Tawaf Ifadhah
Seorang yang mengerjakan Haji Ifrad hanya melakukan satu tawaf saja,
yaitu Tawaf Ifadhah. Sedangkan tawaf lainnya yaitu Tawaf Qudum dan Tawaf
Wada' tidak diperlukan.
D. Haji Tamattu’
Istilah Tamattu’ berasal dari al-mata' (المتاع) yang artinya kesenangan. Dalam Al-Quran Allah berfirman :
وَلَكُمْ فِي الأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ
Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan. (QS. Al-Baqarah : 36)
Dan kata tamattu’ artinya bersenang-senang, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran :
فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن
تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ
إِذَا رَجَعْتُمْ
Apabila kamu telah aman, maka bagi
siapa yang ingin bersenang-senang mengerjakan 'umrah sebelum haji,
hewan korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan, maka
wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kamu
telah pulang kembali. (QS. Al-Baqarah : 196)
Dalam prakteknya, Haji Tamattu’ itu adalah berangkat ke tanah suci di
dalam bulan haji, lalu berihram dari miqat dengan niat melakukan ibadah
umrah, bukan haji, lalu sesampai di Mekkah, menyelesaikan ihram dan
berdiam di kota Mekkah bersenang-senang, sambil menunggu datangnya hari
Arafah untuk kemudian melakukan ritual haji.
Jadi Haji Tamattu’ itu memisahkan antara ritual umrah dan ritual haji.
1. Perbedaan Antara Tamattu' dan Ifrad
Lalu apa bedanya antara Tamattu’ dan Ifrad? Bukankah Haji Ifrad itu juga memisahkan haji dan umrah?
Sekilas antara Tamattu’ dan Ifrad memang agak sama, yaitu sama-sama
memisahkan antara ritual haji dan umrah. Tetapi sesungguhnya keduanya
amat berbeda.
Dalam Haji Tamattu’, jamaah haji melakukan umrah dan haji, hanya
urutannya mengerjakan umrah dulu baru haji, dimana di antara keduanya
bersenang-senang karena tidak terikat dengan aturan berihram.
Sedangkan dalam Haji Ifrad, jamaah haji melakukan ibadah haji saja,
tidak mengerjakan umrah. Selesai mengerjakan ritual haji sudah bisa
langsung pulang. Walau pun seandainya setelah selesai semua ritual haji
lalu ingin mengisi kekosongan dengan mengerjakan ritual umrah,
boleh-boleh saja, tetapi syaratnya asalkan setelah semua ritual haji
selesai.
2. Kenapa Disebut Tamattu’?
Ini pertanyaan menarik, kenapa disebut dengan istilah tamattu’ atau bersenang-senang?
Jawabnya karena dalam prakteknya, dibandingkan dengan Haji Qiran dan
Ifrad, Haji Tamattu’ memang ringan dikerjakan, karena itulah
diistilahkan dengan bersenang-senang.
Apanya yang senang-senang?
Begini, ketika jamaah haji menjalan Haji Ifrad, maka sejak dia
berihram dari miqat sampai selesai semua ritual ibadah haji, mereka
tetap harus selalu dalam keadaan berihram.
Padahal berihram itu ada banyak pantangannya, kita dilarang
mengerjakan semua larangan ihram. Artinya, kita tidak boleh melakukan
ini dan tidak boleh itu, jumlahnya banyak sekali.
Dan khusus buat laki-laki, tentu sangat tidak nyaman dalam waktu
berhari-hari bahkan bisa jadi berminggu-minggu hanya berpakaian dua
lembar handuk, tanpa pakaian dalam. Dan lebih tersiksa lagi bila musim
haji jatuh di musim dingin yang menusuk, maka jamaah haji harus melawan
hawa dingin hanya dengan dua lembar kain sebagai pakaian.
Mungkin bila jamaah haji tiba di tanah suci pada hari-hari menjelang
tanggal 9 Dzulhijjah, tidak akan terasa lama bertahan dengan kondisi
berihram. Tetapi seandainya jamaah itu ikut rombongan gelombang pertama,
dimana jamaah sudah sampai di Mekkah dalam jarak satu bulan dari hari
Arafah, tentu sebuah penantian yang teramat lama, khususnya dalam
keadaan berihram.
Maka jalan keluarnya yang paling ringan adalah melakukan Haji
Tamattu’, karena selama masa menunggu itu tidak perlu berada dalam
keadaan ihram. Sejak tiba di Kota Mekkah, begitu selesai tawaf, sa’i dan
bercukur, sudah bisa menghentikan ihram, lepas pakaian yang hanya dua
lembar handuk, boleh melakukan banyak hal termasuk melakukan hubungan
suami istri.
Meski harus menunggu sampai sebulan lamanya di kota Mekkah, tentu
tidak mengapa karena tidak dalam keadaan ihram. Karena itulah haji ini
disebut dengan Haji Tamattu’ yang artinya bersenang-senang.
3. Denda Tamattu’
Di dalam Al-Quran Allah SWT menegaskan bahwa Haji Tamattu’ itu
mewajibkan pelakunya membayar denda. Istilah yang sering digunakan
adalah membayar dam. Kata dam (الدم) artinya darah, dalam hal ini
maksudnya membayar denda dengan cara menyembelih seekor kambing.
Bila tidak mau atau tidak mampu, boleh diganti dengan berpuasa 10
hari, dengan rincian 3 hari dikerjakan selama berhaji dan 7 hari setelah
pulang ke tanah air.
فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن
تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ
إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ
أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ
أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apabila kamu telah aman, maka bagi
siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji, korban yang mudah
didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan, maka wajib berpuasa tiga hari
dalam masa haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali.
Itulah sepuluh yang sempurna. Demikian itu bagi orang-orang yang
keluarganya tidak berada Masjidil Haram. Dan bertakwalah kepada Allah
dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (QS. Al-Baqarah : 196)
E. Mana Yang Lebih Utama?
Setelah kita bahas panjang lebar tentang tiga jenis cara berhaji,
yaitu Qiran, Ifrad dan Tamattu’, maka timbul pertanyaan sekarang, yaitu
mana dari ketiganya yang lebih afdhal dalam pandangan ulama dan mana
yang lebih utama untuk dipilih?
Ternyata ketika sampai pada pertanyaan seperti itu, para ulama masih
berbeda pendapat dan tidak kompak. Masing-masing memilih pilihan yang
menurut mereka lebih utama, tetapi ternyata pilihan mereka berbeda-beda.
1. Lebih Utama Ifrad
Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa yang lebih
utama adalah haji dengan cara Ifrad. Pendapat mereka ini juga didukung
oleh pendapat Umar bin Al-Khattab, Utsman bin Al-Affan, Ali bin Abi
Thalib, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Jabir bin Abdillah ridwanullahialahim
ajma’in. Selain itu juga didukung oleh pendapat dari Al-Auza’i dan Abu
Tsaur.
Dasarnya menurut mereka antara lain karena Haji Ifrad ini lebih berat
untuk dikerjakan, maka jadinya lebih utama. Selain itu dalam pandangan
mereka, haji yang Rasulullah SAW kerjakan adalah Haji Ifrad.
2. Lebih Utama Qiran
Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa yang lebih utama untuk
dikerjakan adalah Haji Qiran. Pendapat ini juga didukung oleh pendapat
ulama lainnya seperti Sufyan Ats-Tsauri, Al-Muzani dari kalangan ulama
Mazhab Asy-Syafi’iyah, Ibnul Mundzir, dan juga Abu Ishaq Al-Marwadzi.
Dalil yang mendasari pendapat mereka adalah hadits berikut ini :
أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَال : صَل فِي هَذَا الْوَادِي الْمُبَارَكِ وَقُل : عُمْرَةٌ فِي حَجَّةٍ
Telah diutus kepadaku utusan dari
Tuhanku pada suatu malam dan utusan itu berkata,”Shalatlah di lembah
yang diberkahi ini dan katakan,”Umrah di dalam Haji”. (HR. Bukhari)
Hadits ini menegaskan bahwa awalnya Rasulullah SAW berhaji dengan
cara Ifrad, namun setelah turun perintah ini, maka beliau diminta
berbalik langkah, untuk menjadi Haji Qiran.
Dan adanya perintah untuk mengubah dari Ifrad menjadi Qiran tentu
karena Qiran lebih utama, setidaknya itulah dasar argumen para pendukung
pendapat ini.
3. Lebih Utama Tamattu’
Mazhab Al-Hanabilah berpendapat bahwa yang paling baik dan paling
utama untuk dikerjakan justru Haji Tamattu’. Setelah itu baru Haji Ifrad
dan terakhir adalah Haji Qiran.
Di antara para shahabat yang diriwayatkan berpendapat bahwa Haji
Tamattu’ lebih utama antara lain adalah Ibnu Umar, Ibnu Al-Abbas, Ibnu
Az-Zubair, Aisyah ridhwanullahi’alaihim. Sedangkan dari kalangan para
ulama berikutnya antara lain Al-Hasan, ’Atha’, Thawus, Mujahid, Jabir
bin Zaid, Al-Qasim, Salim, dan Ikrimah.
Pendapat ini sesungguhnya adalah satu versi dari dua versi pendapat
Mazhab Asy-Syafi’iyah. Artinya, pendapat Mazhab Asy-Syafi’iyah dalam hal
ini terpecah, sebagian mendukung Qiran dan sebagian mendukung Tamattu’.
Di antara dasar argumen untuk memilih Haji Tamattu’ lebih utama
antara lain karena cara ini yang paling ringan dan memudahkan buat
jamaah haji.
Maka timbul lagi pertanyaan menarik, kenapa untuk menetapkan mana
yang lebih afdhal saja, para ulama masih berbeda pendapat? Apakah tidak
ada dalil yang qath’i atau tegas tentang hal ini?
Jawabannya memang perbedaan pendapat itu dipicu oleh karena tidak ada
nash yang secara langsung menyebutkan tentang mana yang lebih utama,
baik dalil Al-Quran mau pun dalil As-Sunnah. Sehingga tetap saja
menyisakan ruang untuk berbeda pendapat.
Dan hal itu ’diperparah’ lagi dengan kenyataan bahwa tidak ada
hadits yang secara tegas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berhaji dengan
Ifrad, Qiran atau Tamattu’. Kalau pun ada yang bilang bahwa beliau SAW
berhaji Ifrad, Qiran atau Tamattu’, sebenarnya bukan berdasarkan teks
hadits itu sendiri, melainkan merupakan kesimpulan yang datang dari
versi penafsiran masing-masing ulama saja. Dan tentu saja semua
kesimpulan itu masih bisa diperdebatkan.
Walhasil, buat kita yang awam, sebenarnya tidak perlu ikut-ikutan
perdebatan yang nyaris tidak ada manfaatnya ini, apalagi kalau diiringi
dengan sikap yang kurang baik, seperti merendahkan, mencemooh, menghina
bahkan saling meledek dengan dasar yang masih merupakan perbedaan
pendapat di kalangan ulama.